Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2015

Pengorbanan

Tentu kita pernah menginginkan membeli barang yang pernah kita suka. Meskipun harganya mahal, tidak mungkin langsung membeli dengan gaji sebulan. Karena sudah lama menginginkannya, kita pun mulai menabung agar suatu hari dapat membeli barang itu. Kalau tiap bulan mungkin sedikit uang yang tersisa untuk ditabung, ketika berniat untuk membeli barang impian, kita cukup rela untuk menahan diri agar dalam sebulan tidak membeli barang sebanyak yg kita suka. Sing digawe sing dinggo. Ada pepatah Jawa bilang begitu. Apa yang dikerjakan akan berdampak pada diri kita juga. Nilai suatu hal tergantung berapa besar pengorbanan kita untuk memperolehnya. Yesus mengingatkan muridnya untuk tidak sekedar menyebarkan retorika (muridnya menyangkal ttg diri-Nya 3 kali). Ada istilah I walk my talk. Apa yang gue omongin itu yang gue jalanin. Jadi Yesus mengajak kita untuk menghindari NATO no action talk only. Yg membuat kita berubah lebih baik itu bukan sekedar baca KS tiap hari, tapi implementasinya.

Mengalah Bukan Kalah

Betapa ketatnya persaingan di dunia kerja saat ini. Masing-masing dari kita tidak hanya bersaing dengan teman tetangga kubikel tetapi juga dengan teman expatriate yang akan datang. Mengalah bukan kalah adalah sikap yang saya anjurkan untuk tetap konstruktif menghadapi kondisi lingkungan terdekat. Bagaimana? Bukannya ini menegasi sikap untuk selalu kompetitif? Tidak. Sikap ini mendorong kita untuk selalu berkarya atau produktif dalam situasi terburuk sekalipun.  Betapa seringnya kita berkeringat dan mengeluarkan otot leher ketika kita mati-matian berdebat mempertahankan pendapat kita. Tentunya - ya - kita harus mempertahankan pendapat jika kita yakin kita benar tetapi dengan cara yang cepat. Bukan dengan debat kusir atau mengulang lagi makna yang sama tetapi dengan menggali lebih dalam makna yang mau kita sampaikan. Bagaimana caranya? Dengan melakukan hal yang positif dan produktif. Karena mengedukasi orang lain memang bukan tugas kita terhadap orang lain jika dia sudah beru

Melihat Ke Bawah dan Ke Belakang

"K-Pop Girl bilang nggak ada," Purple berusaha meyakinkan aku sekali lagi.  "Ada," tukasku cepat-cepat. Lalu kami saling berpandangan dan tahulah aku sekarang kondisi sebenarnya.   "Seharusnya K-Pop Girl janjian sama aku dulu ya kalau mau bohong sama kamu," sepertiga melongo sepertiga tersenyum sepertiga lagi menghibur. "Aku nggak ngerti mengapa dia nggak mau nolong untuk hal yang kecil seperti ini. " "Aku juga nggak ngerti. Menguatirkan persaingan, mungkin? Atau dia sudah merasakan persaingan?" "Trigger-nya bukan dari aku." "Juga bukan dari aku." "Kita nggak boleh pelit dengan ilmu." "Betul." "Trus mengapa dia begitu ya?" "Mana aku tahu?" "Jadi teori mengutamakan kerja tim itu teori doang ya?" "Iya." Kembali aku dan Purple menghabiskan makanan yang ada di hadapan kami masing-masing. Kami berdua termasuk golongan orang yang nggak ngerti s

Menyelamatkan Adat

Saya tidak yakin apakah saya masih tergolong anggota masyarakat adat Jawa Tengah. Praktisnya tentu tidak. Pertama, karena sejak lahir saya tinggal di kota kosmopolitan Jakarta. Di sini, ada interaksi berbagai macam budaya daerah. Kedua, orang tua saya, meskipun keduanya Jawa, tidak pernah berbicara dalam bahasa Jawa di rumah. Ketiga, karena miskinnya pengaruh budaya asli Jawa seperti dari mana nenek moyang saya berasal, setiap kali berbicara dalam bahasa Jawa logat saya terdengar wagu atau tidak pantas. Menyedihkan buat saya jika seorang keturunan Jawa tidak bisa berbahasa Jawa. Jadinya kalau ditanya aslinya mana? Lebih akurat kalau saya bilang bahwa saya orang Jakarta. Menurut AMAN   atau lembaga yang memperjuangkan nasib masyarakat adat, indigineous people (Eng.) adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh huk

Memanfaatkan Waktu

Hai teman-teman sedang apakah saat ini? :) Sedang santai? Inikah cara kamu memanfaatkan waktu luang? Dengan browsing ? Maaf, harusnya saya tanya sebelumnya, apakah kamu punya waktu luang? Saya yakin beberapa akan mengatakan bahwa dirinya tidak mempunyai waktu luang. Beberapa bahkan mengatakan "kalau bisa waktu 24 jam sehari harus ditambah." Saya termasuk golongan yang terakhir. Bukan bermaksud untuk bilang bahwa saya orang yang paling sibuk di dunia, karena pikiran itu cuma sesaat saja, ketika saya sedang ditimbun pekerjaan transkrip yang harus saya kerjakan di kala week end. Jadi kalau orang lain liburan, saya justru kerja di kala week end. Tapi semua itu saya syukuri sebagai suatu kepercayaan dan rasa berharga bahwa saya bisa membantu orang lain. Apakah saya sebaliknya merasa tidak berharga atau bingung ketika tidak ada side job di kala week end? Yang paling berasa itu pundi-pundi rekening di bank, sih, hehehe... Tapi itu saya nikmati sebagai dinamika hidup saj

Anugerah Rambutan di Pondok Petir

Nephelium lappaceum nama lengkap buah-buahan ini. Alias rambutan. Anugrah Tuhan yang baik buat saya dan suami ketika membeli tanah di Pondok Petir dan mendapat bonus pohon rambutan ini yang sudah tumbuh besar dan lebat.  Ketika musin rambutan tiba, tidak jarang Pak RT, pemilik tanah sebelumnya memberi tahu kami lewat SMS bahwa buahnya sudah merah-merah dan kami mempersilahkan beliau memetiknya ketika kami tidak dapat datang. Sekarang, ketika kami sudah tinggal di sana, tidak lupa kami membagikan buah-buah rambutan yang sangat banyak, kerap tidak terjangkau kalau tidak dipanjat karena tingginya sudah mencapai 5 (lima) meter. Untung tukang kebun kami yang baik hati mau membantu mengambilkan buah-buahnya berbekal sarung dan tali tambang.Sebenarnya kami mempersilakan Pak Minin, begitu namanya, untuk mengambil saja rambutan yang merah-merah ketika kami tidak ada di rumah, agar tidak lekas dimakan codot. Tetapi beliau bersikeras hanya mau membantu mengambilkan ketika kami ada di rumah.

Bekerja Keras sampai Tua

Hujan deras, kali ini yang super deras, mengguyur Jakarta lagi. Saat berdiam diri di dalam Kopaja 66 menuju pulang ke rumah orang tua kawasan Kebayoran Baru tiba-tiba masuk seorang Bapak tukang asongan ke dalam Kopaja tempatku menumpang. Dia tersenyum ke arahku dan aku menunjuk ke sebuah kursi kosong, tidak diduduki karena di atasnya atap Kopaja meneteskan bocoran air hujan. Bapak itu hanya tersenyum saja, tidak mau duduk di situ. Mungkin karena dia tidak berniat membayar kepada kenek meski hanya Rp 4,000  saja. 'Cuma', menurutku tapi mungkin jumlah rupiah itu terhitung banyak untuk si Bapak. Setelah aku asyik dengan MP-player, mengubah channel lagu yang aku suka, aku toleh ke belakang, Bapak itu sudah tidak ada, lenyap disapu hujan deras di luar sana. Tidak lama aku juga merasakan derasnya hujan di luar Kopaja karena Bapak sopir memaksa kami para penumpang pindah ke Kopaja lainnya ketika jarak untuk sampai Blok M, depan Pasaraya tinggal 3 KM lagi. Mungkin bagi Bapak sopir, ka

Sendratari Ciptoning: Totalitas Seni, Totalitas Pendidikan

Saya termasuk beruntung ketika berhasil mendapatkan tiket untuk nonton sendratari Ciptoning di Gedung Kesenian Jakarta hari Sabtu, tanggal 14 Maret 2015. Dengan kebaikan seorang teman yang sudah mengorganisir agar kami - para murid Sanggar Padnecwara bisa duduk dan menonton bersama. Kami adalah satu angkatan paling baru dan tentunya senang sekali bisa menonton karya sang Maha Guru Retno Maruti. Seperti satu adegan klimaks dalam banyak episode dalam hidup saya, kalau tidak dianggap berlebihan: saya telah menyaksikan totalitas seni. Seperti yang dikatakan oleh seorang pembicara dalam Seminar Nasional "Memanusiakan Anak bangsa Melalui Penguatan Karakter" di auditorium Bank Indonesia hari Sabtu tanggal 17 Januari tahun 2015, 'proses pendidikan sejak tempo dulu di Indonesia diperoleh secara otentik, bukan plagiat, melalui budaya Timur, kearifan lokal'. Penyelenggara yang asalnya dari persatuan umat Hindu di Nusantara tersebut menyatakan bahwa pertapaan, pel