Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2008

Sidang Susila

Akhirnya Porn Bill diberi tempat :( Ijinkan saya mengutip apa yang ditulis Martin Handoko dalam bukunya, MOTIVASI Daya Penggerak Perilaku, Kanisius, Jakarta: 1992. Tujuan perbuatan seks menjadi sangat khusus dalam arti tidak lagi tertuju pada sembarang orang berjenis kelamin (tidak dipermasalahkan yang sama atau yang berbeda) melainkan kepada orang tertentu. Inilah perbedaan motif seks pada manusia dan pada binatang. Saya ingat seorang pastor yang mendukung anti RUU Porno (dan tidak mendukung pornografi) yang bilang, "Sebagai laki-laki saya malu dengan adanya RUU ini. Karena seakan-akan saya sebagai laki-laki tidak dapat memanage syahwat, dan malah menyalahkan 'obyek seksual'." Jika bisa, biar pikiran manusia yang dipenjara, karena pikiran manusia itu tidak dapat dibatasi, bahkan seringnya liar... Tergantung pilihan mereka, mau mencipta atau merusak? Kick Andy dalam episodenya yang menampilkan band legendaris Koes Plus, bilang, "Kalau seniman dipenjara, lahirlah

NRIMO ING PANDUM

Kebetulan saya mendapat tugas mengetik transkrip dari audio rekaman wawancara dengan relawan korban gempa di Yogya tahun 2006. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti yang ditugaskan untuk menggali data tentang situasi terakhir masyarakat DIY korban gempa mulai dari 6 bulan, 1 tahun sampai 1,5 tahun terakhir. Tujuan dari penggalian data dari pihak PMI ini terutama adalah mencari kebutuhan manajemen relawan yang masih akan dibutuhkan di masa mendatang, mengingat rawannya wilayah Indonesia akan bencana alam. Yang ingin saya kutip terutama adalah penggalian makna NRIMO atau lengkapnya NRIMO ING PANDUM, menerima sesuatu sesuai bagiannya , yang sudah menjadi kultur masyarakat Jawa Tengah, turun temurun. Bagaimana sikap ini dileburkan dalam realitas kesusahan para korban menghadapi bencana gempa? BERGESER: Para relawan menyadari penghayatan masyarakat Jawa tentang konsep ini sudah mulai bergeser. Sebagian orang menuntut agar dapat menerima bantuan meskipun ada masyarakat lain yang lebih membut

I Screw Up Everything

Sebagai salah satu penganut zero defect , kalau merepotkan orang banyak dengan membuat kesalahan dengan fatal dan berbekas, tentunya saya harus menghukum diri sendiri. Meskipun superior tidak memberikan punishment yang cukup berarti. It's ok, it's my responsibility. Salah satu cara membangun mentalitas yang sehat adalah berani bertanggung jawab ketika membuat kesalahan, dan bukan melemparkannya (seperti seseorang itu ...ehm). Saya harus berpikir keras bagaimana mengatasi keteledoran yang sering lahir dari tangan saya? mungkin karena beberapa hal berikut ini: Tidak berpikir dengan tuntas. Saya tidak mampu memaparkannya, tapi kurang lebih seperti itu. Saya harus lebih keras memanggil ide2. Terlalu berorientasi pada kecepatan menyelesaikan tugas Kurang kritis, atau cerewet mencari kemungkinan kesalahan Terlalu emosional (itu sebabnya seseorang masih mencap saya labil, kan) Terlalu yakin pasti benar atau yakin bahwa cara yang saya lakukan pasti berguna bagi orang lain. T