Langsung ke konten utama

Pak Tani Tertimpa Kapitalisme Komprador (1)



Sejak jaman kerajaan-kerajaan di Nusantara ini masih berjaya, sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Jangan lupa bahwa bangsa asing yang datang dengan semangat kolonial itu sangat menginginkan hasil bumi rempah-rempah. Namun mungkin tidak banyak orang menyadari potensi negara agraris ini kemudian, setelah merdeka, harusnya menjadi potensi kemakmuran bangsa.


Indonesia sempat menjadi negara pengimpor negara terbesar di era 70-an yang kemudian mencapai swasembada pangan pada Juli tahun 1986 sehingga pemerintah mendapat penghargaan dari FAO. Namun rupanya prestasi tersebut tidak lagi dapat dipertahankan karena Indonesia kembali menjadi negara pengimpor beras yang praktek distribusinya menghimpit ekonomi petani di negeri sendiri. Mengapa? Sarana produksi terlalu mahal sehingga margin antara harga produksi dengan harga jual menjadi sangat tipis.

Meskipun Indonesia sempat menerapkan revolusi hijau (metode dan tehnik pertanian yang membuat padi tahan hama, responsif terhadap aplikasi pupuk modern, bulir padi lebih gemuk dan banyak serta rasa lebih enak) belajar dari Norman Borlaug, orang Mexico yang berhasil menemukan varietas unggul peletak dasar revolusi hijau yang sempat dikenal di masa itu.



Jangan2 inilah yang disebut Kapitalisme Komprador, yang belum kita sadari sepenuhnya. Yaitu penjajahan yang diciptakan oleh golongan yang mengeruk keuntungan modal yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan ketimpangan distribusi kapital.

Keterangan Gambar:

Dewi Sri, Dewi Kesuburan bagi kaum petani di Jawa-Bali

Referensi:



KOMPAS. Kamis, 5 September 2008. Penguatan Ekonomi Pedesaan. Mukhaer Pakkanna.



http://www.freedom-institute.org/id/index.php?page=aba&id=288




Komentar