Langsung ke konten utama

Karl Theodor Wolf, SJ: Salam Sejuk dari Muntilan


„Inge yang baik,
Bersama ini saya mengirim artikel yang diinginkan. Untunglah, selesai sebelum makan siang! Tadi pagi saya kunjungi TK Katolik untuk sebuah Ibadat Sabda Sederhana dan main sulap. Hampir saya tidak diberi kesempatan pulang untuk mengerjakan tugas saya yang sudah dijanjikan. Nah, inilah dia.

Salam sejuk Muntilan,
dari P. Wolf SJ“

Tulisan ini saya kutip dari ketikan tangan Romo Wolf via email. Menjawab permintaan saya, beliau termasuk sangat helpful. Seperti beliau bilang, “salam sejuk dari Muntilan”, sejuk juga membaca tutur tulisannya mengenai kedekatannya pada anak-anak yang membuat beliau pun bisa menularkan 'virus panggilan'-nya.

“Nama lengkap saya Karl Theodor, lahir di Laudenbach, Jerman Barat, tertanggal 4 Januari 1945. Nama Ayah dan Ibu adalah Josef dan Josefine Wolf. Lama bermukim di Indonesia, saya memilih berganti nama Adi Nugroho. Hobi saya main sepak bola. Selain itu juga senang berenang dan main musik. Warna kesukaan saya biru azur…lagu favourite mulai klasik sampai dixieland jazz.

Panggilan
"Saya mulai merasakan panggilan sesudah menerima komuni pertama dan pada saat bertugas sebagai putra altar di Masa Adven, Natal, Paskah, dan prosesi Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, serta pada „Puji Astuti“ di hadapan Sakramen Mahakudus."

Tahbisan dan Tugas Pastoral
"Saya ditahbiskan sebagai imam Serikat Jesus tanggal 3 Desember 1975 di Yogyakarta tepatnya di sporthall „Kridosono“, bersama 6 teman yang semuanya orang Jawa; (satu di antaranya menjadi Uskup Purwokerto, yaitu Mgr. Yulianus Sunarko SJ) dan Misa Per-dana di Jerman. Langsung saya bertugas di Paroki SP Maria Ratu, Kebayoran Baru (1 Maret 1976 sampai 22 April 1985). Pertama-tama saya menjadi Pastor Pembantu dari 1 Maret 1976 – 31 Desember 1977 (bersama P. R. Kurris menggantikan P. Kuyt SJ) kemudian sebagai Pastor Kepala dari 1 Januari 78 s/d 22 April 1985.

Senang di Blok Q
"Bukan hanya saya yang sangat senang bertugas di Blok Q, melainkan juga ibu saya, yang berkunjung 2x ke Blok Q selama saya bertugas di situ. Saya senang dengan kesederhanaan dan keakraban yang saya jumpai pada kunjungan keluarga dan dalam kerja sama dengan para aktivis dan „passivis“. Saya senang ingat akan suasana dalam pertemuan lingkungan bulanan, dan pada lomba-lomba antar lingkungan setiap tahun dalam rangka memeriahkan Pesta Santa Pelindung."

Kelompok Putra dan Putri
"Para putra altar (dulu putri-putri belum diijinkan oleh Alm. Uskup Leo Soekoto SJ) pada umumnya sangat rajin. Mereka yang rajin mendapat penghargaan berupa bonus uang yang tidak dibayarkan, tetapi dikurangi jumlahnya pada beaya tour putra altar setiap tahun ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Para putri mengikuti kegiatan Kelompok Kitab Suci, Paduan Suara “Pupita” (= putra-putri Santa), Kelompok Tarian Pantomim (=Tapanim) yang sering tampil bersama “RMS” (=Rada Mi-ring Setitik; kelompok sketch humor untuk putra. Kadang-kadang para putri tersebut juga ikuti tour ke Jawa Tengah dan Timur. Uang yang diperlukan (untuk “nombok” kekurangan beaya dari para peserta) diperoleh dari penjualan anak-anak anjing Pastoran dan dari beberapa donator yang menyediakan villanya di Kaliurang untuk penginapan, atau yang menye-diakan sebagian dari makanan. Dengan demikian tidak pernah diperlukan bantuan beaya dari Paroki. Di samping itu saya setiap minggu memberikan kesempatan pada anak-anak SD Tarakanita II untuk berkonsultasi atau menerima sakramen tobat di kamar khusus dalam complex SD Tarakanita II. Sering diadakan lomba kwis Kitab Suci an-tar kelas di SD Tarakanita II; kalau kelas lebih rendah bisa mengalahkan kelas yang lebih tinggi, tentu anak-anak sangat bangga.

Kelompok-kelompok “Putarcari” (= putra altar calon semina-ris) dibentuk tahun 1980 menurut SD (sesudah Komuni Per-tama) dan SMP. Para anggotanya aktif sebagai putra altar, anggota “Pupita” (sebagian) dan “RMS” (sebagian). Pembinaan anak-anak itu dilakukan juga di Paroki Blok B (23.4.1985 – 7.6.1993), sehingga dari mantan “aktivis” kelompok-kelompok tsb. sudah ada 11 orang yang menjadi imam. Dari mereka yang tidak menjadi imam atau biarawan beberapa menjadi aktivis mahasiswa. Salah satu di antaranya sekarang menjadi dosen di A.S.

Dari tahun 1986 – 1999 sudah 12 anak dapat mengikuti saya ke Jerman selama liburan panjang dan a.l. saksikan Piala Dunia Sepakbola 1990 di Itali, di mana regu Jerman menjadi Juara Pertama. Anak-anak diberi kesempatan memegang Piala Dunia asli yang direbut oleh regu Jerman itu dalam markas besar Sepakbola Jerman, karena saudara sepupu saya pada waktu itu adalah Sek. Jen. Persatuan Sepakbola Seluruh Jer-man.

Ketika sudah menjadi Pastor Kepala di Paroki S. Theresia, Jakarta Pusat (8.9.1993 – 6.1.2005) saya diberi kesempatan untuk mengirim anak-anak yang berbakat ke sekolah (+ asra-ma) di Jerman. Tiga anak dapat memanfaatkan kesempatan i-tu (1 dari Paroki Blok B, 1 dari Pasar Minggu, 1 dari Katedral Jakarta).

Mencari Keselamatan
Saya mulai mengenal Wawan (nama panggilannya) kira-kira tahun 1980, dalam persiapan Komuni Pertama dan dalam kegiatan di sekolah SD Tarakanita II. Pada waktu itu ia paling cepat bisa menjawab pertanyaan kwis Kitab Suci, sehingga kebagian banyak hadiah kecil (rosario, gambar-gambar dll.) yang katanya kemudian dibagi-bagikan kepada teman-teman yang „kalah“. Jadi, tidak ada masalah mau „menang sendiri“, melainkan unggul demi keuntungan teman. Inilah sebuah „dasar“ yang cocok untuk perkembangan panggilan imamat. Setelah ia dewasa saya tentu tidak begitu sering bertemu lagi dengan Fr. Andreas Setyawan, kecuali di liburan. Tetapi di pertemuan singkat itu saya melihat keinginannya untuk men-dalami masalah-masalah yang dihadapi anak-anak muda jaman sekarang, jadi tidak mencari keselamatan untuk dirinya sendiri saja.

Dipinjam Orang
Ketiga bukunya yang diberikan kepada saya, semua direbut orang yang ingin membacanya atau saya meminjamkannya kepada mereka yang saya anggap sedang menghadapi masalah yang dibicarakan dalam buku itu; lalu mereka meminjamkannya lagi kepada orang lain, sehingga saya tidak menerimanya kembali. Tetapi mereka yang membacanya menurut pengakuannya merasa tertolong oleh lekture buku-buku itu, sehingga saya dapat menarik kesimpulan, bahwa buku-buku itu memang bagus dan berguna.

Harapan Romo Wolf untuk Romo Setyawan
Saya harapkan dari Rm. Andreas Setyawan, bahwa sikap yang sudah diperlihatkannya dari masa kecil, yaitu mempergunakan keunggulannya demi kemajuan orang lain, dapat terus dipelihara dan diperkembangkan. Semoga dalam persahabatan yang makin akrab dengan Yesus („Orang gila dari Nazareth“) yang tetap berkarya dalam umat-Nya Rm. Setyawan dapat menemukan kekuatan mental untuk menghadapi segala macam tantangan besar-kecil dalam tugas sebagai imam dan anggota Serikat Yesus. Semoga karena kesaksian hidup yang sederhana dan otentik dari Rm. Setyawan, banyak orang muda merasa tertarik untuk juga mulai menjalin persahabatan yang makin akrab dengan Yesus.

Note: Semoga bermanfaat bagi mereka yang membaca sekilas cerita ini. Setelah tugas di blok Q, perjalanan imamatnya masih menyambung, beliau bertugas di St. Yohanes Penginjil Kebayoran Baru Blok B, mulai 23 April 1985 sampai 7 Juni 1993. Pindah ke Paroki St. Teresia, Jakpus mulai 8 Sept 1993. Kemudian beliau bertugas di Muntilan sejak tanggal 6 Januari sampai sekarang.

Komentar

Anonim mengatakan…
Excellent blogging work! Gonna visit this blog regularly!

If you want to read about how to write an autobiography, then check out my how to write an autobiography site.
Inge...thanks for this post. Mau dong japri e-mail Romo Wolf.
v sugeng hardojo mengatakan…
Inge, thx banget atas dimuatnya surat terbuka Romo Wolf, SJ. Saya mau japri dong ke beliau. Apa bisa bantu? Saya adalah mantan putra altar semasa Romo Wolf berkarya di paroki Blok Q. Dulu saya juga pernah ikut tour putra altar ke Jawa Tengah (sekitar tahun 84/85) seperti yg diceritakan Romo Wolf dalam surat tsb. Thx ya atas bantuannya. GBU
Qoenang-Qoenang mengatakan…
Senang ketemu di ranah maya. emailnya: ktwolf45@gmail.com.. Titip salam ya hehehe...kangen juga nih.

best regards,
Inge
Anonim mengatakan…
thanks 4 this post, sekarang Rm. Theo (kami memanggilnya) bersama kami di Paroki St. Yusuf Gedangan Semarang, Beliau orang yang sangat susah untuk marah.
Pribadi yang sungguh unik dan sangat menarik.

Kusnugroho
Rediningrum Setyarini mengatakan…
Yup, Romo Wolf pribadi yang hangat dan bikin kangen.

Pax Christe,
Redi