Rini sudah mulai pegal ketika telapak kakinya berjinjit mengintip di jendela ruang keluarga sudah hampir 30 menit, ketika tiba-tiba dia melihat anak laki-laki berumur sekitar 2 tahun berlari hampir menubruknya.
"Dia saja, Bu," kata Rini.
Ibu Hartanto mengangguk. Ibu muda itu menggandeng anak sulungnya dan mengajaknya bersama menghadap ke Kepala Panti Asuhan.
"Itulah ceritanya bagaimana kamu menjadi adikku," kata Rini sambil tersenyum. Bagus, anak laki-laki yang 30 tahun lalu berlari hampir menubruknya tertegun. Dia tidak ingat bahwa dia tidak lahir di rumah ini.
"Lalu, bagaimana dengan Mbak Rini?"
"Aku? Aku ditemukan di depan rumah Ibu. Seseorang menaruh aku di depan rumah Ibu," Rini berkata sambil tersenyum. Kali ini Bagus sulit mengartikan apakah kakaknya tersenyum sedih atau senang. Bagus dan Rini akhirnya membahas soal masa lalu mereka ketika ternyata golongan darah mereka tidak satu pun yang cocok dengan golongan darah Bu Hartanto ketika sakit. Sehingga mereka sebagai anak tidak bisa mendonorkan darah untuk orang tua mereka.
"Maafkan kami, Bu," kata Bagus sambil membelai rambut ibunya.
Ibu Hartanto mengangguk. Ibu muda itu menggandeng anak sulungnya dan mengajaknya bersama menghadap ke Kepala Panti Asuhan.
"Itulah ceritanya bagaimana kamu menjadi adikku," kata Rini sambil tersenyum. Bagus, anak laki-laki yang 30 tahun lalu berlari hampir menubruknya tertegun. Dia tidak ingat bahwa dia tidak lahir di rumah ini.
"Lalu, bagaimana dengan Mbak Rini?"
"Aku? Aku ditemukan di depan rumah Ibu. Seseorang menaruh aku di depan rumah Ibu," Rini berkata sambil tersenyum. Kali ini Bagus sulit mengartikan apakah kakaknya tersenyum sedih atau senang. Bagus dan Rini akhirnya membahas soal masa lalu mereka ketika ternyata golongan darah mereka tidak satu pun yang cocok dengan golongan darah Bu Hartanto ketika sakit. Sehingga mereka sebagai anak tidak bisa mendonorkan darah untuk orang tua mereka.
"Maafkan kami, Bu," kata Bagus sambil membelai rambut ibunya.
TAMAT.
Komentar