Debur ombak berkejaran seirama nafas, seperti ingin mengiringi senandung Zakki di sana. Seperti rima sajak yang dinyanyikan, buih-buih ombak perlahan menepi, mendekati kakiku. Aku duduk dengan menekuk punggung, memeluk lutut dan menopangkan dagu di antaranya. Sudah cukup lama, semenjak matahari mulai terbenam tidak ada lagi kapal nelayan yang muncul dari batas cakrawala. Zakki masih duduk di satu batu karang raksasa, tiga meter dari tempat aku duduk. Sebenarnya aku ingin mengajaknya bicara, eh, maksudku, jadi pendengar ceritanya saja aku sudah senang. Dia punya segudang pengalaman belajar dan riset. Kuliah doktor dengan beasiswa mengantarnya ke Jepang. Kecerdasannya tentu akan mampu membuatku terpana. Jika bisa dekat dengannya aku akan bersikap seperti spons, menyerap semua pengetahuan yang akan tumpah dari bibirnya yang kadang senyum sinis. Aku yang merusak suasana sebenarnya. Aku yang selalu lebih dulu merasa bahwa setiap orang pasti membutuhkan aku. Aku yang berambi...
We are on a journey but sometimes seem to have lost our way and we need a bridge. To have fragile or strong bridge depending on the man effort to maintain it. Not patronizing. Not a personal indulgence. Not disrupt the private and the public. Take the universal values that can be owned.