Langsung ke konten utama

Kabar Baik

Nihil Obstat: A. Setyawan, SJ

"No News is a Good News," seorang teman berkilah ketika saya protes, "Kok, jarang kelihatan? Nggak kasih kabar, nih?" Saya bertemu lagi dengannya tanpa sengaja. 

Ketidakpedulian. Atau ia tidak menyadari sepenuhnya bahwa keberadaannya di tengah teman-temannya punya arti. Ketika saya tanya, "Ada cerita apa?" Dia hanya senyum. Mungkin dia sedang menghadapi masalah yang tidak ingin ia bagikan pada kami. Pada akhirnya nanti ia akan cerita pada kami, satu geng homogen perempuan.  

Cerita yang disampaikan seorang pada yang lain seringkali disertai agenda tertentu. Atau, sebaliknya seperti teman saya itu, sumber berita tidak ingin melibatkan calon pendengarnya, dia memilih berkata "No News is Good News." 

Cerita yang menarik yang menjadi bacaan liturgi hari ini adalah keengganan orang untuk menceritakan kebenaran pada sekitarnya. Hal ini ditunjukkan dengan sikap mau menerima sejumlah uang tutup mulut. Tidak sekedar tutup mulut sebenarnya, karena konsekuensinya mereka harus cerita pada khalayak
tentang hal lain bukan kenyataannya.

Saya ingat dalam kesempatan seminar jurnalistik, seorang anchor berita bilang kewajiban sebuah media atau wartawan dalam menuliskan laporannya adalah membingkai berita itu. Bagaimana agar berita itu menyampaikan pesan tersendiri yang sifatnya asertif, bukan provokatif. Minimal, ia harus mampu memprediksi reaksi (meski idealnya adalah aksi) mayoritas pembacanya. 

Pernah saya cemas dan gemas ketika Paus sebelumnya sempat memberi label agama tertentu sebagai agama yg radikal dan mempersoalkan kuantitas umat Katholik di dunia. Penilaian berseberangan itu membuat saya kuatir, menimbang di daerah tertentu, situasi toleransi antar agama di Indonesia masih labil.

Ketika menyampaikan berita sebagai suatu pesan, lebih penting mana, antara alasan dan tujuan menyampaikan berita? Dalam suatu alasan, terkandung persepsi kita atas pengetahuan yang mau kita bagikan. Dalam tujuan yang implisit dalam suatu pesan, kita punya harapan akan sesuatu. Pesan yang moderat idealnya mengundang reaksi yang moderat juga. Semua yang disampaikan dengan semangat kebenaran itu pasti baik. Meskipun pendengarnya akan melalui suatu rentang waktu untuk menjumpai kebenaran itu sendiri. Meskipun sebagai
faktor eksternal, kita tidak dapat lagi mencampuri urusan apakah pendengar mampu bergerak sesuai tujuan kita.

Kis 2: 14, 22-32
Mzm 16:1-2,5,7-8,9-10,11

Mat 28: 8-15 

Tuhan, seperti murid-murid yang sempat mengalami ketakutan sebelum mengalami
perjumpaan setelah kebangkitan-Mu, kubuang jauh-jauh rasa takut akan
ketidakpastian, karena Kau selalu menemani aku. Amin.


Komentar