Ditunggu-tunggu yang disuruh tidak datang juga. Setelah menunggu hampir 45 menit, OB kantor kami datang membawa pesanan makan siang, 2 bungkus ketoprak.
"Jok, lu belinya di mana, Jok? Di Ujung Kulon ya?"
"Bukan begitu, Mbak. Tadi yang jualan nggak njualin. Saya tunggu-tunggu nggak tahu ke mana orangnya. Akhirnya saya bikin sendiri ketopraknya, tauk rasanya enak apa nggak, duitnya langsung saya tinggal di bawah piring bersih."
"Buset, ketopraknya banyak banget, Jok"
"Ya udahlah makan aja."
"Segini dapet -5000?"
"Kalau Joko yang beli ya dapet."
Di lain hari, Joko pulang dengan cengar cengir,
"Sialan, beli sayur aja diikutin orang."
"Kenapa Jok?"
"Iya, ada Mas-mas, ikutin saya dari belakang. Begitu udah mau nyebrang, baru deh dia tanya. 'Mas, kapan-kapan kalau beli sayur sama Mas-nya aja ya.'
'Kenapa emang?'
'Iya... Kok kita belinya sama, banyaknya sama, tapi saya bayar 5000 Mas-nya bayar 3000?' 'Yaaa tanyanya sama yang jual dong jangan sama saya.'"
Di lain hari lagi,
"Mbak beli pecel berapa itu? Sama gorengan dua jadinya 5000?"
"Nggak kok cuman 4000, kenapa Jok?'
"Soalnya yang jual kenal sama saya."
"Ooooh, gitu. Emang kenalnya gimana Jok?"
"Ya saya pernah tanya:
'Mbak asline endi?
'Solo. Kalo Mas'e?'
'Wah sami, kulo nggih saking Solo."
"Bukannya loe orang Wonosobo, Jok?"
"Iya emang jauh banget."
Brand Joko kental nepotisme jadi-jadian :)
Note: Foto diambil dari sini. Ma' kasih, Mas Ari.
Komentar