by: Redi
Tidak mudah bagi tiap orang untuk mau mengakui kesalahan dan meminta maaf di depan publik. Tapi bukan tidak mungkin. Ada beberapa artis yang sudah membuktikannya. Entah terpaksa dilakukan karena tekanan sosial atau memang dari lubuk hati yang dalam, hanya orang bersangkutan yang tahu. Di dalam masyarakat yang kental dengan budaya Timur, apalagi, ruang privat dan ruang publik sekatnya menjadi tipis, terutama jika seseorang itu terkenal. Organisasi yang bersikap sebagai polisi moral pun tumbuh dan menunjukkan keberpihakan moral meski pelaksanaannya kadang bersikap anarkis.
Salah satu perumpamaan favorit saya dalam Perjanjian Baru adalah ketika Yesus mengundang orang yang merasa tidak pernah berdosa untuk melempari wanita asusila di masa itu. Siapakah manusia yang tidak pernah berdosa? Bahkan Yesus menunjukkan sisi manusianya dengan marah, menangis, takut…Dalam perumpamaan favorit saya itu, saya sering berada dalam posisi wanita itu. Saya pernah berdosa pada Tuhan, tidak cuma sekali bahkan berkali-kali, terjatuh dan terjatuh lagi.
Luk 5:32 “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”
Mungkin saya naif untuk mengatakan, semua orang ingin hidup lebih baik, bahasa Jawanya: Urip Luwih Becik. Meski ukuran kedalaman penghayatan akan hidup tidaklah selalu dalam: ada yang ingin lebih kaya, semakin beken, lebih kurusan, dsb-nya. Pada dasarnya ada sesuatu yang ingin diperbaiki. Saya sendiri menyadari untuk dapat hidup lebih baik saya perlu tamparan yang keras. Sakit, tapi membuat saya bangun.
Mi. 7:18 “Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?”
Komentar