Langsung ke konten utama

I Walk MY Talk

Kata-kata ini semakin sering digunakan orang ketika menjadi ungkapan yang menunjukkan konsistensi antara kata-kata dan perbuatan seseorang.


SabdaMu telah menjadi daging…

Salah satu cerita dalam pelajaran agama Katholik ketika saya masih duduk di taman kanak-kanak, yang saya akui sebagai keajaiban yang pertama dalam hidup Yesus adalah ketika Maria mengandung oleh Roh Kudus. Kata-kata yang harus diucapkan oleh pemeran Malaikat Gabriel masih saya ingat, karena drama Natal itu masih saya saksikan tiap tahun ketika saya duduk di kelas I, II dan seterusnya di Sekolah Dasar. Salah satu ucapan iman yang luar biasa adalah “SabdaMu telah menjadi daging…”


Tuhan Mencipta Cara

Tuhan bersabda dan terjadilah… Pada Kitab Perjanjian Lama, Tuhan memperlihatkan kuasanya dengan menciptakan jagat raya. Pada Kitab Perjanjian Baru, Yesus menunjukkan kata-katanya dengan memberi teladan bagaimana melakukan sesuatu. Yesus pernah membuka pikiran para murid tentang hakekat seorang leader. Lho ternyata ‘Leader Yang Itu’ - mau mencuci kaki orang lain, yang mungkin bau, tidak cukup terawat karena pemiliknya tidak memperhatikannya. Tuhan tidak saja menciptakan jagat raya, tapi plus, satu paket dengan teladan bagaimana cara melakukan ajaran-ajaranNya…


Perumpamaan-perumpamaan

Dulu saya sempat berpikir kenapa sih Yesus itu mengajar dengan perumpamaan-perumpamaan? Mengapa Yesus tidak membuat pasal-pasal dan ayat-ayatnya yang menyebutkan saja bagaimana harusnya orang Katholik menunjukkan iman dalam segala perbuatannya?

“Yesus, katakan saja terus terang saya harus melakukan apa, sehingga tidak perlu pusing-pusing berpikir ketika sesi Pendalaman Iman..” kira-kira demikian pemikiran saya pada waktu itu…

Dalam setiap sesi pendalaman iman, ketika saya remaja, ada saat 30 menit silentium, saat para peserta harus memikirkan apakah makna dari perumpamaan dalam bacaan KS yang dekat dengan hidupnya sehari-hari. Itu dia, memang gaya ajaran Yesus itu tidak pernah memberi tahu langsung jawabannya, tapi memberi inspirasi dengan perumpamaan itu agar kita mendapatkan sendiri jawabannya. Mmmm.. ternyata Yesus sudah mengajarkan cara belajar andragogi jauh sebelum saya mendapatkan istilah itu pada umur 20-an ketika saya masih aktif di Gereja. We should find God in all things…dalam hidup kita masing-masing.. persis seperti semangat para Ignasian. Disadari atau tidak kita jadi masyarakat pembelajar: berpikir mandiri, realistis, mengatasi masalah dengan sungguh-sungguh. Dengan begitu kita jadi tercerahkan dan berkembang dalam meneladani hidup Yesus.


Gereja Dengan Huruf Besar

Apa bedanya gereja dengan Gereja?

Waktu masih aktif di Mudika, suatu malam, ketika berpapasan di jalan, tetangga saya menyapa:

“Eh Non, apa kabar? Mau kemana?”

“Mau ke gereja, Bang.”

“Rajin bener berdoanya. Bukannya ke gereja itu jadwalnya hari Sabtu atau Minggu?”

“Tiap pagi juga ada Bang. Cuman sekarang kebetulan lagi ada kegiatan aja.”

“Ooooo…”

Dalam cerita di atas sebenarnya saya memang pergi ke gereja dan Gereja. Tapi sebenarnya mana yang lebih dulu ada: Gereja dengan huruf kecil atau dengan huruf besar?

Sudah jadi rahasia umum bahwa ijin mendirikan gereja itu sulit, tapi tentunya resmi atau tidaknya gereja didirikan, tidak pernah menghalangi orang untuk berkumpul, berdoa dan saling melayani sebagai Gereja.


Mengalami Seluruhnya

Siapakah yang paling memahami seorang Yesus semasa hidupNya? Saya ingat saat menonton film Passion of the Christ ada adegan Bunda Maria berlari menghampiri Yesus yang jatuh ketika memanggul salib, persis seperti yang Bunda Maria lakukan ketika Yesus kecil terjatuh. Saya sulit membayangkan bagaimana Bunda Maria mengatur perasaannya ketika harus berempati sebagai ibu terhadap anaknya dan terhadap Tuhannya.

Dalam buku yang diangkat dari kisah nyata Totto-Chan, suatu hari kelasnya mendapat guru baru… seorang petani yang sering dilihat Toto Chan ketika berangkat sekolah. Para murid belajar bagaimana cara menanam sayuran, mulai dari menyebar benih sampai memanen dan membawa pulang untuk dimasak oleh ibu mereka masing-masing di rumah…

Belajar bersama itu artinya terlibat, mengikuti proses sejak awal sampai akhir. Ide semakin matang dan berbuah prestasi, ketika cukup kepala memikirkan, dan cukup pelaksana yang merealisasikannya. Akhirnya nantinya, pengalaman-pengalaman itu menjadi investasi bagi masa depan tiap orang. Jadi berbahagialah mereka yang kaya pengalaman berbuat sesuatu.

Seorang ibu yang pernah mengajari cara yang baik menjadi Master of Ceremony bilang, “Saya cukup bertanya pada satu orang tentang penampilan saya setiap kali bertugas. Jika dia bilang bagus, saya cukup senang, ketika dia bilang kurang, saya ingat harus ada yang diperbaiki.”


Menciptakan Pengikut

Selama perjalanannya mengajarkan cinta, Yesus menarik banyak pengikut. Seandainya Yesus hanya mampu berkata-kata dan tidak melakukan apa pun, apakah ada orang yang mau menjadi pengikutNya?

Sebenarnya saya tidak ingin memaksakan pendapat bahwa orang tidak boleh melontarkan ide sembarangan, tapi bahwa ide yang bagus itu akan terbuang sia-sia ketika tidak ada pelaksananya. Bahkan dalam pemberdayaan umat, pemberdayaan yang diinginkan jadi tidak merata. Akhirnya pelakunya hanyalah yang itu-itu saja sementara penonton dan komentator tetap konsisten menjalankan perannya. Lebih enak mana, merealisasikan ide-ide sendiri, sementara dapat diwujudkan dengan pendelegasian, atau menanti orang lain menyuruh kita melakukan sesuatu?

Yesus memberi teladan dengan perbuatan-perbuatannya. Ia sendiri yang menunjukkan maksud dari kata-kataNya.


Terima kasih untuk semua sobat yang jadi inpirasi tulisan ini.

Komentar