Ojek atau Ojeg motor bukan ojek lainnya, kadang jadi andalan saya kala kepepet. Di era modern ini, dalam strategi bertransportasi, tidak semua aspek efisiensi bisa saya capai. Kadang saya mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan yang lain. Kalau mau cepat kadang kita harus membayar mahal, tapi kalau mau hemat kadang kita harus rela tua di jalan.
Faktor dari maraknya tukang ojek bermunculan di pangkal jalan masuk pemukiman, area perkantoran, terminal atau halte bus, terutama karena faktor ekonomi: tiada pekerjaan lain, entah karena PHK atau tak kunjung mendapat pekerjaan. Selain itu adanya sarana mudahnya mengambil kredit motor (dengan Rp 500000 sudah bisa bawa pulang motor, atau sewa dari bandar ojek senilai Rp 25000-Rp 40000/ hari) membuat kumbang-kumbang jalanan ini makin banyak jumlahnya di jalan. Menurut KOMPAS, pasar motor nasional akan menembus angka 6 juta unit akhir tahun ini melebihi target 5,2 juta unit per tahun. Tampaknya naiknya harga BBM masih kalah dibanding kebutuhan mendesak akan transportasi ekonomis: ekonomis biaya dan waktu.
Mungkin seperti ingin mengikuti jejak negara lain seperti India, Thailand dan Britania Raya yang sudah menetapkan ojek sebagai transportasi umum yang resmi, Departemen Perhubungan akan melegalkan ojek sebagai salah satu moda angkutan umum di kawasan yang tidak ada angkutan umumnya. Menurut Direktur Jenderal perhubungan darat Iskandar Abubakar, rencana melegalkan ojek itu dimasukkan dalam draft usul revisi Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tujuannya untuk menjamin layanan angkutan umum di daerah yang belum terjangkau transportasi umum. Sejauh ini dia menegaskan Departemen Perhubungan menganggap Ojek sebagai angkutan umum ilegal: "Kami mengakui ada, tapi tidak mengakomodasi katanya." Entah apa maksudnya, berita ini dimuat di KoranTempo hal A18, Jumat 25 Juli 2008 dan Detik News, Jumat, 25/07/2008 00:40 WIB oleh Nograhany Widhi K dan KOMPAS- 24 Juli oleh Haryo Damandono. Di Tangerang, ketika ada yang berniat menjadikan ojek sepeda motor menjadi angkutan umum legal alias ojek taksi, Dephub sedikit berkeberatan, karena 3 alasan: Pertama, ojek yang kendaraan roda 2 itu sangat labil dan membahayakan keselamatan. Kedua, ojek sangat tergantung kondisi cuaca. Ketiga, menghormati mayoritas umat muslim: Ojek dan penumpang perempuan itu bukan muhrimnya. Di Eropa, kabarnya, angkutan ojek sudah diberlakukan tepatnya di negara Italia.
Profil Tukang Ojek
Banyak tukang ojek yang Sarjana. Bahkan mereka yang bekerja formal terkadang sering nyambi menjadi tukang ojek demi menutupi kebutuhan (Suatu malam saat menunggu bis arah Rawasari seorang Bapak pengendara motor menghampiri saya menawarkan tumpangan. Saya yakin si Bapak ini bukan tukang ojek profesional, karena di dekat kawasan itu tidak ada pangkalan ojek). Para pengojek umumnya membentuk paguyuban atau kelompok. Seperti di depan Markas Polda MetroJaya, di sana terdapat paguyuban tukang ojek bernama “Ojek Polda ”. Paguyuban ini didukung Polda Metro Jaya yang terkadang memanfaatkan keberadaan mereka sebagai ‘telinga’ dan ‘kuping‘-nya polisi dalam menghadapi tindak kejahatan. Tapi menjadi pengojek motor bukannya tanpa resiko. Banyak tukang ojek yang menjadi sasaran perampasan motor. Tak sedikit pula yang sampai meninggal dunia. Sudah hilang motor hilang nyawa pula. Sementara sebagai pelanggan setia, kalau niat sering2 naik ojek, bisa juga minta no hape si abang hingga jadilah ojek delivery.
Lalu bagaimana membedakan antara ojek betulan dengan mereka yang bukan tukang ojek asli? Agak susah ya, klo di sini pemdanya sudah setuju bahwa tukang ojek semua dikasih seragam tentunya kita ga salah2 lagi manggil orang lain.
Tarif Ojek
Bisa dibilang tarif ojek mendekati Taksi... Kalau kondisi hujan, pastilah orang2 pilih naik Taksi, meski tak mungkin sampai di tujuan dengan waktu singkat. Sayangnya di saat hujan taksi sulit dicari... Inilah kekurangan angkutan Ojek...
Helm Sendiri
Untuk intensitas naik ojek yang lumayan sering, saya lebih memilih untuk pakai helm sendiri. Anti ketombe... Lagipula misua juga meminta saya yang membawa karena helm pembonceng lebih sering hilang di tempat parkir.... Lumayan juga kalau 25 rebu kali-... entah harus berapa kali kehilangan helm. Oh ya saya juga sedia senter kecil kalau kebetulan turun di gang gelap atau kebetulan sedang kena giliran pemadaman listrik..Ningrat Limobike
Memang jarang2 ada tukang ojek wangi... Kecuali mungkin untuk pengendara Limo Bike...:D Itu lho karena mereka kebanyakan pake jaket jaket kulit yang begitu dibuka keringat yang tersekap menyebar bau apek ... hmmmph...
Sedia Bagasi atau Tas
Klo boleh usul baiknya Tukang Ojek mulai memikirkan bagasi di belakang atau tas untuk bawa ban dalam... soalnya klo malam2 sial kena ranjau dan ban kempes... harga ban dalam bisa dua kali lipat...
Komentar