Rapat Komunikasi akan segera dimulai, pastinya Qoenang sudah umumkan lewat sounding all intercom, supaya semua penghuni kantor ini masuk ke ruang meeting. Ibu Harga yang rambutnya mirip vokalis Nidji memulai bahasannya tentang aturan2 perusahaan yang akan berubah.
Ketika giliran membahas soal record kehadiran, ide yang selama ini ada di kepala Qoenang muncul, soal Flexy Hour...
Qoenang mengangkat tangan,
"Bu, apakah memungkinkan untuk diberlakukan Flexy Hour di sini? Karena saya pikir dinamika kerja semua karyawan di sini tidak memungkinkan mereka untuk 100% bisa datang jam 8 pulang jam 16.30, lebih sering malah mereka pulang malam. Selain itu kondisi mereka di luar kantor pun tidak jarang dalam rangka bekerja untuk perusahaan ini. Untuk hal dinas luar saya selalu ada recordnya. Tapi daripada repot selalu mengisi form perubahan absensi, bagaimana jika ada yang terlambat karena kondisi yang tidak dapat dihindari (faktor di luar dirinya) diberlakukan Flexy Hour. Flexy Hour yang saya maksudkan di sini, jika dia telat 9 menit, maka dia pulang 9 menit lebih lambat."
Ibu OD (Organizational Development) mengangkat tangan juga,
"Kita harus lihat nature bisnisnya Qoenang, kalau client sudah ramai menelpon kantor kita mulai dari jam 0800, tapi orang boleh datang telat entah sampai jam berapa, tentunya tidak baik untuk kondite bisnis kita. Jadi jangan karena banyak yang malas, lalu kita menyesuaikan diri dengan mereka. Justru mereka yang harus mengikuti aturan office hours."
Sebenarnya Qoenang mo bicara bahwa,
"Flexy hour yang dimaksud di sini bukan bermaksud mengakomodir orang untuk datang telat, (tidak ada yang malas, justru mereka sering pulang malam) tapi justru untuk efek jera/ punishment buat mereka, seperti yang awal Qoenang katakan. Untuk mereka yang pulang malam, masalah langsung terselesaikan, karena syarat 8 jam kerja sudah selesai: terpenuhi. Ini jika nilai loyalitas masih menjadi prioritas pertama, ataukah ini alasan jelas, mengapa karyawan perusahaan ini keluar masuk seperti ingus? Lagipula jangan lupa, bahwa kita berada di Group Management Services, bahwa clientnya adalah orang-orang internal sendiri."
tapi sudahlah...
Ketika giliran membahas soal record kehadiran, ide yang selama ini ada di kepala Qoenang muncul, soal Flexy Hour...
Qoenang mengangkat tangan,
"Bu, apakah memungkinkan untuk diberlakukan Flexy Hour di sini? Karena saya pikir dinamika kerja semua karyawan di sini tidak memungkinkan mereka untuk 100% bisa datang jam 8 pulang jam 16.30, lebih sering malah mereka pulang malam. Selain itu kondisi mereka di luar kantor pun tidak jarang dalam rangka bekerja untuk perusahaan ini. Untuk hal dinas luar saya selalu ada recordnya. Tapi daripada repot selalu mengisi form perubahan absensi, bagaimana jika ada yang terlambat karena kondisi yang tidak dapat dihindari (faktor di luar dirinya) diberlakukan Flexy Hour. Flexy Hour yang saya maksudkan di sini, jika dia telat 9 menit, maka dia pulang 9 menit lebih lambat."
Ibu OD (Organizational Development) mengangkat tangan juga,
"Kita harus lihat nature bisnisnya Qoenang, kalau client sudah ramai menelpon kantor kita mulai dari jam 0800, tapi orang boleh datang telat entah sampai jam berapa, tentunya tidak baik untuk kondite bisnis kita. Jadi jangan karena banyak yang malas, lalu kita menyesuaikan diri dengan mereka. Justru mereka yang harus mengikuti aturan office hours."
Sebenarnya Qoenang mo bicara bahwa,
"Flexy hour yang dimaksud di sini bukan bermaksud mengakomodir orang untuk datang telat, (tidak ada yang malas, justru mereka sering pulang malam) tapi justru untuk efek jera/ punishment buat mereka, seperti yang awal Qoenang katakan. Untuk mereka yang pulang malam, masalah langsung terselesaikan, karena syarat 8 jam kerja sudah selesai: terpenuhi. Ini jika nilai loyalitas masih menjadi prioritas pertama, ataukah ini alasan jelas, mengapa karyawan perusahaan ini keluar masuk seperti ingus? Lagipula jangan lupa, bahwa kita berada di Group Management Services, bahwa clientnya adalah orang-orang internal sendiri."
tapi sudahlah...
Komentar