Di sini saya mengakui mengutip abizzz pendapat Ayu Utami (lalu saya beri catatan sedikit, karena ini kan blog saya hehehehe) soal sikapnya yang tidak mau menikah. Bukannya karena saya mau ikut jejaknya, tapi karena saya love banget dengan pendapatnya yang mencoba untuk rasional, sekaligus menjawab anggapan sebagian laki-laki yang bilang, "Kenapa sih perempuan kebelet kawin?" huh... padahal mereka yang suka ga tahu mau ajak kami ke mana :D
10 alasan untuk tidak kawin: Ayu Utami
1. Memangnya harus menikah? Tidak ada paksaan untuk itu.
Menikah adalah kebutuhan untuk banyak orang dan pilihan untuk sebagian orang.
2. Tidak merasa perlu. Tidak perlu menikah untuk bisa punya keturunan.
Sebaliknya, saya menikah bukan bertujuan utama untuk memiliki keturunan.
3. Tidak peduli. Selama tidak merugikan orang lain.
Budaya Timur masih menganggap bahwa pernikahan adalah salah satu bentuk pengentasan anak dalam asuhan orang tua.. Apakah saat anak menjadi mandiri secara finansial tidak dapat menjadi salah satu ukuran itu?
4. Amat peduli. lahir dan mati adalah proses biologis, sementara menikah adalah konstruksi sosial belaka, selalu ada yang tidak beres dengan konstruksi sosial. Pada umumnya pernikahan masih melanggengkan dominasi pria atas wanita. Ketimpangan jender harus diakui puncak pengesahan supremasi pria atas wanita adalah dalam poligami. ada persoalan di balik pengagungan atas pernikahan. Pernikahan tidak dengan sendirinya membuat hidup Anda sempurna atau bahagia. Yang perlu dibedakan adalah saat mana kita meyakini pandangan masyarakat, dan saat mana kita menaruh harapan-harapan kita.
5. Trauma. Ayu Utami punya trauma. Bukan pada lelaki, sebagaimana diperkirakan banyak orang, misalnya seorang ibu pendakwah di televisi (you know who?). Melainkan pada sesama perempuan yang tidak sadar bahwa mereka tunduk dan melanggengkan nilai-nilai patriarki. Stereotype tentang perawan tua, perempuan “tidak laku” yang dengki. Pada masa kanak dan remaja, kesejajaran antara “perawan tua” dengan tabiat pendengki tampak begitu nyata. Saya pikir mungkin karena wanita dibiasakan dalam legitimasi patriarki selalu dalam kondisi ketergantungan, jadi kalau belum menikah, orang menilai pasti ada yang salah dengan dirinya.
6. Tidak berbakat. Ayu bilang dia tidak berbakat untuk segala yang formal dan institusional. Dalam hal ini ada sebagian wanita yang lebih senang terikat, dan menjadi 'lady'.
7. Kepadatan penduduk. Tidak ingin menambah pertumbuhan penduduk dengan membelah diri. Menikah pun tidak selalu menambah penduduk.
8. Seks tidak identik dengan perkawinan. Semua orang dewasa bisa melakukannya tanpa ikatan perkawinan. Yang sudah nikah pun masih mungkin melakukannya dengan yang bukan pasangannya. Tiada lain selain setuju, tergantung di manakah skala nilai hidup diurutkan.
9. Sudah terlanjur asyik melajang. Saya lebih memilih untuk mendapat teman tetap, bisa berdiskusi sebelum tidur.
10. Tidak mudah percaya. Kata siapa pasangan menikah tidak akan kesepian? siapa yang bisa jamin bahwa pasangan menikah tak akan bosan? Setuju, sudah menikah pun kadang masih bisa merasa kesepian, karena tidak mungkin 24 jam selalu berdua-dua. :D
Well, dari sini sudah keliatan kan apa konsekuensi kalo kawin. Kalo tidak siap kawin, ya jangan kawin. :D
10 alasan untuk tidak kawin: Ayu Utami
1. Memangnya harus menikah? Tidak ada paksaan untuk itu.
Menikah adalah kebutuhan untuk banyak orang dan pilihan untuk sebagian orang.
2. Tidak merasa perlu. Tidak perlu menikah untuk bisa punya keturunan.
Sebaliknya, saya menikah bukan bertujuan utama untuk memiliki keturunan.
3. Tidak peduli. Selama tidak merugikan orang lain.
Budaya Timur masih menganggap bahwa pernikahan adalah salah satu bentuk pengentasan anak dalam asuhan orang tua.. Apakah saat anak menjadi mandiri secara finansial tidak dapat menjadi salah satu ukuran itu?
4. Amat peduli. lahir dan mati adalah proses biologis, sementara menikah adalah konstruksi sosial belaka, selalu ada yang tidak beres dengan konstruksi sosial. Pada umumnya pernikahan masih melanggengkan dominasi pria atas wanita. Ketimpangan jender harus diakui puncak pengesahan supremasi pria atas wanita adalah dalam poligami. ada persoalan di balik pengagungan atas pernikahan. Pernikahan tidak dengan sendirinya membuat hidup Anda sempurna atau bahagia. Yang perlu dibedakan adalah saat mana kita meyakini pandangan masyarakat, dan saat mana kita menaruh harapan-harapan kita.
5. Trauma. Ayu Utami punya trauma. Bukan pada lelaki, sebagaimana diperkirakan banyak orang, misalnya seorang ibu pendakwah di televisi (you know who?). Melainkan pada sesama perempuan yang tidak sadar bahwa mereka tunduk dan melanggengkan nilai-nilai patriarki. Stereotype tentang perawan tua, perempuan “tidak laku” yang dengki. Pada masa kanak dan remaja, kesejajaran antara “perawan tua” dengan tabiat pendengki tampak begitu nyata. Saya pikir mungkin karena wanita dibiasakan dalam legitimasi patriarki selalu dalam kondisi ketergantungan, jadi kalau belum menikah, orang menilai pasti ada yang salah dengan dirinya.
6. Tidak berbakat. Ayu bilang dia tidak berbakat untuk segala yang formal dan institusional. Dalam hal ini ada sebagian wanita yang lebih senang terikat, dan menjadi 'lady'.
7. Kepadatan penduduk. Tidak ingin menambah pertumbuhan penduduk dengan membelah diri. Menikah pun tidak selalu menambah penduduk.
8. Seks tidak identik dengan perkawinan. Semua orang dewasa bisa melakukannya tanpa ikatan perkawinan. Yang sudah nikah pun masih mungkin melakukannya dengan yang bukan pasangannya. Tiada lain selain setuju, tergantung di manakah skala nilai hidup diurutkan.
9. Sudah terlanjur asyik melajang. Saya lebih memilih untuk mendapat teman tetap, bisa berdiskusi sebelum tidur.
10. Tidak mudah percaya. Kata siapa pasangan menikah tidak akan kesepian? siapa yang bisa jamin bahwa pasangan menikah tak akan bosan? Setuju, sudah menikah pun kadang masih bisa merasa kesepian, karena tidak mungkin 24 jam selalu berdua-dua. :D
Well, dari sini sudah keliatan kan apa konsekuensi kalo kawin. Kalo tidak siap kawin, ya jangan kawin. :D
Komentar