Langsung ke konten utama

Pak Kumis

buku "Kata Tante Mamiek, pilihan bahan kamu yang pertama yang bagus. Jadinya warnanya creamy, buat Masmu udah dijahitin," satu langkah lebih cepat my mommy sudah mulai refot mengurusi pernak pernik meritku tahun depan.

"Bagus, deh" aku udah ngerti banget klo my mommy lebih percaya selera orang lain dari pada anaknya sendiri. "Nih, coba jahitan bustier sekalian kebayanya ke Pak Kumis di Pasar Paseban, katanya rapi dan murah, modelnya biasa aja," lebih mendikte, beliau melemparken bahan warna peach dan bahan untuk bustiernya. "Jadi orang kok nggak punya selera, nggak mikir lho?!" ini kalimat penutup karena aku nggak nanggapi lagi, karena aku mengamini lebih seneng minjem my sista's property klo mo kondangan.

Tiap pulang kantor pasti kemalaman, dan pasti kios di pasar udah pada tutup, jadilah kucari Pak Kumis di hari Sabtu, saat aku bisa bangun siang karena ojek pribadiku baru jemputku menjelang sore.

Waktu telpon tanteku minta ancer2 kiosnya Pak Kumis, beliau cuma bilang, "Ya ampun Mbak Ing, di pasar Paseban, semua orang juga udah pada tahu". Tapi mungkin nggak semua orang pernah jahit di Pak Kumis, ya, karena setelah sampai di Pasar Paseban hanya 2 dari 5 orang yang kutanya ngerti: Pak Kumis. Itu pun arahannya nggak jelas, "Di belakang," lalu kelihatannya mereka malas memberi informasi lebih lanjut. Jadilah aku menyususuri jalan pas badan: kalau pas-pasan sama orang, badan harus miring kiri atau kanan.

Hasilnya di jejeran tailor2 darurat itu tidak ada plang Pak Kumis, yg jelas nama-nama lain. Trus aku perhatikan para penjahit2 yg sedang sibuk itu, nggak ada yang kumisan. Sampai ujung kios lewat ponsel aku telpon tanteku, yang angkat adik sepupuku,"Mama lagi pergi, Mbak Ing", lalu aku tanya yg sudah bisa dipastikan jawabannya "Wah, aku nggak tahu tuh yang mana kiosnya."

Ini berarti musti investigasi, aku hampiri salah satu kios yg salah satu penjahitnya kelihatan habis dicukur kumisnya. Tapi aku tanya sama sebelahnya yg kelihatan lebih yunior dikit, " Dek, di sini tempat jahit Pak Kumis itu ya?!" "Iya, sebentar ya orangnya lagi keluar sebentar" Begitu Pak Kumis temuanku datang, langsung deh aku tanya2, diukur (hmmh kok rasanya seperti ngukur karung beras) dan terima bon untuk ambil jahitan minggu depan. "Adek baru sekali ke sini kan?" kata 'temuanku'. "Iya, saya dikasih tahu, cari Pak Kumis, tapi nggak ada plang yg tulisannya Pak Kumis." "Saya dikenalnya memang Pak Kumis, tapi sekarang sudah dicukur, ini nama saya: Mulyanto." Saya senyum puas sekarang, "Ooh, pantesan saya nggak yakin tadi".

Setelah ngobrol2 dikit, saya pulang dengan damai, berhasil ketemu Pak Kumis yang tanpa Kumis.

Komentar