Patah tumbuh hilang berganti. Ada Pastor yang Rest In Peace, ada Pastor yang baru ditahbis. Saya butuh keberanian membawa profil satu ini masuk dalam Buletin kita. Pertama, karena jarak: Jakarta-Yogyakarta. Kedua, kesenjangan pendidikan. Ketiga, karena saya ini teman sepermainan waktu kecil= bagian seperseribu dari jalan hidup beliau mulai mengalami jadi umat lalu jadi Romo. Keempat, kesibukannya- ha..ha..bikin ciut nyali saya. Begitu wawancara via surat elektronik ini: final, saya tepati janji pada pemred. Mudah-mudahan bermanfaat bagi semuanya..Dan ada lagi yang mau jadi Romo =).
Begitu dilahirkan di Klaten, 30 November 1972 ia sempat pindah-pindah tempat tinggal waktu kecil. Pengalaman masa kecil -mendapat banyak hadiah karena sering menjawab kuis dari Romo Wolf dengan cepat dan benar) menjadi tanda dan anugrah panggilannya sebagai Pastor. Putra kedua Bapak Benediktus Harsowardoyo dan Ibu M. Sri Handayani ini (dulu warga Wilayah I, sekarang warga paroki Bintaro) sudah memilih jalan hidupnya sebagai seorang selibat saat berkegiatan PUTAR CARI (Putra Altar Calon Seminaris) masa pimpinan Romo Wolf di Blok Q. Kenangan bahwa ia concern terhadap panggilan juga ditunjukkan dengan suratnya kepada 3 kandidat suster (gagal). Studi dihabiskan lebih banyak di kawasan Jawa Tengah: Seminari Menengah di Mertoyudan, Novisiat di Girisonta, Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, lalu mengajar di De Britto dan Sanata Dharma, Yogya lagi. Apa saja yang dialaminya sampai tahbisan kemarin membentuknya menjadi seorang pastor yang seperti sekarang ini?
Rohaniwan
Sugeng tahbisan, Romo. Lebih senang dipanggil Romo Andreas atau Setyawan?
Terima kasih, Inge. Soal dipanggil Wawan, Andre, Andreas, atau Setyawan, ya bergantung pada siapa yang memanggil, to. Kadang kala ada orang yang memanggil Wawan, tetapi saya tidak merasa tersentuh karena dia sama sekali tidak mengalami masa kecil saya di kampung. Sebaliknya, saya juga risih kalau teman kampung saya memanggil Andreas wong dia mengenal saya bukan dengan nama itu.
Bagaimana rasanya setelah selesai tahbisan? Puas? Ada sesuatu yang berkesan nggak dari apa yang disampaikan Monsinyur atau Perwakilan umat?
Selesai tahbisan ya rasanya sumuk, gerah. ‘Kan pakai jubah rangkep-rangkep selama 3 jam, bikin gembrobyos alias badan panen keringat. Monsinyur Suharyo mengingatkan saya bahwa sebagai anggota Serikat Yesus saya ditugasi untuk bekerja di wilayah-wilayah yang frontier, dan itu tidak harus berarti ke tempat terpencil, tetapi juga suasana terpencil yang tidak diperhatikan orang banyak, padahal penting bagi banyak orang. Jadi, Monsinyur memberi saya PR untuk mencari manakah wilayah frontier itu.
Apa sih enaknya jadi Pastor? Kalau nggak enaknya?
Wah... maaf ya, Nge. Saya orang baru di sini, jadi belum bisa bilang apa enak dan enggaknya. Tapi kalau mau pakai common sense aja, mestinya lebih banyak gak enaknya ya... (karena, kalau lebih banyak enaknya, bagaimana mungkin yang jadi pastor cuma segelintir? Bukankah biasanya kita mau cari enaknya:) Hanya saja, saya kira ada kepuasan tersendiri untuk mengubah dari yang tidak enak jadi enak... Kalo’ gak percaya, coba deh jadi pastor!
Setelah tahu bahwa Romo akan ditempatkan di Gereja Antonius Padua, Paroki Kotabaru, Yogya, apa rencana Romo setibanya di sana?
Saya ‘kan orang baru, Nge, jadi ya mengamati saja, to keadaannya dan mendukung usaha umat untuk mengembangkan Gereja bersama pastor parokinya.
Berapa jumlah umat paroki di sana? Bagaimana sambutan mereka terhadap kedatangan Romo baru?
Saya duga umat teritorialnya cuma 3000-3500 (meskipun kalau misa mingguan totalnya bisa sampai dua atau tiga kali lipatnya karena banyak umat paroki lain yang lebih suka ikut perayaan ekaristi di Kotabaru). Sejauh ini ya tidak ada acara sambutan, tetapi saya kira mereka senang-senang saja dapat Romo baru. Saya kira memang saya belum bertugas secara penuh karena saya, selain memang hanya ingin lihat-lihat dulu, masih mempersiapkan ujian magister/licensiat teologi saya.
Kalau ada yang bilang bahwa pastor itu tukang misa, Anda setuju? Lalu menurut Romo sendiri, Romo ingin umat/awam lainnya mengenal Romo sebagai rohaniwan yang bagaimana? Mengapa Romo pilih SJ? Bukankah studinya lama?
Kalau ada yang bilang bahwa pastor itu tukang misa, ya saya bilang dia gak gaul dengan macam-macam Romo. Romo Sandyawan itu, misalnya, kan gak dipanggil ke sana kemari untuk bikin misa, to? Satu dua kali iya, yang namanya tukang itu ya gak cuma sekali dua kali. Romo yang lain bahkan berprofesi sebagai dosen, peneliti, analis sosial, dan sebagainya. Tentu saja setiap Romo punya kewajiban sebagai imam untuk memimpin ekaristi, tetapi itu hanya salah satu pelayanan sakramental. Di luar itu, Romo malah bisa jadi apa saja seperti orang kebanyakan, hanya saja dia dianggap punya otoritas sebagai jembatan antara yang duniawi dan yang ilahi.
Saya memilih Serikat Yesus ya justru karena itu tadi: bisa menjadi apa saja sembari memberi pelayanan sakramental. Saya merasa tidak akan lama sebagai pastor paroki karena saya sendiri juga sedang mempersiapkan diri untuk mengelola salah satu perpustakaan penting di Yogyakarta.
Romo pernah bikin silabus tentang pluralisme agama. Menurut Romo, sebenarnya potensi apa yang ada dalam masyarakat plural sekarang supaya mereka yang beda SARA-nya bisa maju bersama, intelektualnya salah satunya?
Ya saya kira jaringan kerja sama lintas SARA itu menjadi potensi, meskipun saya menyimpan pesimisme tersendiri, tetapi jaringan itu memang potensial. Di tingkat elite kita punya itu. STF Driyarkara misalnya punya peran yang cukup signifikan untuk dialog dengan masyarakat luas. Di tingkat bawah juga barangkali tidak banyak problem SARA itu. Yang menjadi problem kan justru tingkat menengah yang setengah-setengah. Artinya, basis intelektualnya tidak mendalam, tetapi merasa memiliki otoritas untuk mengatur hidup klas bawah tanpa konsultasi dengan mereka yang memiliki kompetensi. Lalu, apa yang secara baik diupayakan dalam jaringan kerja sama elite itu akhirnya bisa jadi muspra, sia-sia. Ya tapi memang namanya usaha ya, jaringan itu terus menerus perlu dibangun. Semakin luas jaringannya, semakin besar potensi kemajuan bersama itu.
Pernak Pernik
Romo olah raganya apa? Masih suka nonton atau main basket?
Selama ini saya main futsal bersama teman-teman dua kali seminggu. Kadang-kadang renang. Nonton basket ya kalau ada waktu... main basket, gak sesering dulu.
Paling senang pakai t-shirt, jins, batik atau pakaian formal lainnya?
Wah, bergantung situasinya, Nge. Kalau mandi biasanya saya senang bawa handuk. Kalau di rumah aja mah pake’ t-shirt to. Paling senang ya yang silir-silir aja...
Sering minum kopi?
Tidak.
Merokok?
Tidak, kecuali terpaksa dan di tempat dingin dan rokoknya yang light aja.
Kalau suatu saat harus pakai kaca mata, mau pakai nggak?
Mau, kecuali kaca mata kuda.
Kesulitan apa yang pernah dialami Romo karena bertangan kidal?
Saya tidak kidal-kidal amat, hanya tangan kanan saya kurang beres. Kerja fisik yang untuk orang lain ringan, untuk saya jadi bermasalah; lalu jadi gak enak kalau saya mengeluh atau kelihatan ogah-ogahan mengerjakan sesuatu dengan tangan kanan, karena kan tidak semua orang tau sakitnya tangan kananku; gak kelihatan. Tulisan tangan saya jadi sangat acak-acakan dan tidak bisa menulis cepat, mudah lelah juga.
Dulu pernah saya menenteng hanya empat dus makanan, tetapi karena agak lama, setelah itu jadi seperti orang epilepsi gitu tangannya. Pernah juga sewaktu pertama kali membantu membagi komuni di kampus Sanata Dharma, seorang mahasiswi menyindir saya grogi karena membagi komuni pada mahasiswi-mahasiswi cantik sehingga tangan saya gemetar. Ya sudah, komentar-komentar begitu mah dibiarkan lewat aja to.
Suka rambut keriting?
Liat wajahnya dulu, Nge:) Keriting lurus mah jalan terus.
Kenapa moral, hukum, etika dan agama itu penting buat Romo?
Waduh... jadi kayak ujian pendadaran begini? Etika itu penting untuk mengkritisi hukum yang mengatur tatanan moral. Kalau gak dikritisi, hukum bisa jadi sewenang-wenang dan moral akhirnya manut pada siapa yang punya duit, siapa yang punya kuasa. Orang yang posisinya lemah lalu ya semakin diinjak-injak. Agama mestinya menjalankan fungsi kritis etika itu, tetapi agama bukanlah sistem etika belaka. Agama mengajak orang untuk melandasi sistem etikanya dengan basis yang lebih kokoh karena dimensi spiritual yang digumulinya.
Kalau diperhatikan, Romo sering sekali menyembunyikan kepanjangan dari inisial nama baptis. Boleh tahu idenya apa? Kalau dilengkapi bukankah lebih jelas perbedaannya dengan orang lain?
Ya hanya untuk menyingkat nama. Kalau dulu di Blok Q singkatannya Andreas S, jelas panggilannya Andreas. Tapi kan sejak novisiat saya memakai nama Setyawan, jadi biar Andreasnya disingkat saja. Atau Inge punya kenalan lain yang namanya juga Andreas Setyawan?
Dari beberapa kelompok di paroki, kelompok mana yang akan lebih Romo perhatikan perkembangan/dinamikanya? Kenapa?
Saya dulu pernah mendampingi kaum muda, tetapi sekarang saya belum bisa menjawab apakah saya akan lebih memperhatikan kaum muda atau kelompok lainnya. Ya itu tadi, saya masih melihat-lihat dulu, dan saya kan hanya membantu pastor kepala, jadi sedikit banyak kerja saya mesti dikonsultasikan dengan pastor kepala to.
Lebih senang tinggal di daerah atau di kota besar? Kenapa?
Saya hanya tidak suka asap kendaraan... jadi kalaupun tinggal di daerah tapi asap kendaraannya berjubel ya saya juga tidak lebih senang.
Dalam buku yang Romo tulis, ada kata LOVE and PRAYER; seberapa besar maknanya buat Romo?
Besar sekali, Nge. Saya punya keyakinan bahwa cinta sejati sebetulnya teruji dalam doa yang tulus, dan tidak ada doa yang tidak menggerakkan kita kepada cinta. Kalau saya berdoa, saya kan tidak memaksa Allah, saya menyerahkan semuanya kepada penyelenggaraan Allah, termasuk siapapun yang saya cintai. Jadi, bohong besar kalau saya mendoakan orang yang saya cintai tetapi saya masih memaksakan keinginan atau idealisme saya terhadap mereka yang saya cintai. Sebaliknya, tidak benar juga kalau saya mencintai orang lain tetapi saya tidak mendoakannya: saya menghasratinya, memaksanya untuk menjadi seperti yang saya inginkan. Apakah itu cinta?
Saya mesti mengakui bahwa sejak beberapa tahun lalu, ketika saya masih kuliah filsafat, saya mengklaim memiliki kakak (ketemu gedhe tentu saja, karena kakak kandung saya sudah meninggal sebelum saya sempat kenalan dengannya) justru karena pengalaman doa itu. Saya mendoakan dia (tentu tanpa sepengetahuan dia) dan pada selang dua minggu kemudian pada saat pertama kami masuk kuliah semester 3, dia memberitahu saya bahwa pada tanggal saya mendoakan dia itu dia bermimpi ketemu saya yang mengatakan,”Mbak, saya mendoakanmu.” Saya bahkan sudah lupa tanggalnya, tetapi setelah dia mengatakan itu, saya mengingat-ingat, dan memang betul pada tanggal yang disebutkannya itulah (15 Agustus, Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga) saya berdoa secara khusus baginya. Doa itu sampai... lewat mimpi. Dan sejak itu, saya percaya kekuatan doa dan saya merasa orang ini menjadi sahabat terdekat saya (meskipun de facto tidak selalu kami bisa kontak).
Keluarga
Apa kabarnya Bapak dan Ibu?
Nanti saya mesti tanya lagi bagaimana kabar mereka ya. Sejauh ini ya begitu-begitulah... baik.
Setelah menjadi Romo bagaimana Romo menjalin relasi dengan keluarga? Terutama kalau tempatnya sangat berjauhan...
Biasanya saya menyempatkan diri untuk menelpon ke rumah. Berkirim surat... belum biasa, sekali dua kali pernah.
Saya tidak punya keluarga yang menjadi rohaniwan atau guru. Bapak saya tukang kayu, simbah saya dalang dan petani. Sejauh saya ingat, orang tua saya sangat mendukung saya ketika saya dalam masa krisis. Dulu saya pernah berpikiran bahwa saya ingin jadi imam karena keinginan mereka karena rasanya dukungan mereka terlalu berlebihan. Pikiran itu malah membebani saya dan membuat saya tidak bebas untuk menggulati pilihan hidup saya, tetapi suatu ketika dalam krisis terakhir saya, saya sadar bahwa orang tua saya menerima saya apa adanya. Kalau saya pun tidak sanggup menanggapi cara hidup ini, mereka toh tetap menerima saya. Jadi, saya tidak cemas bahkan kalau saya mesti meninggalkan jalan panggilan menjadi imam, saya tidak takut akan ditolak orang tua atau takut akan apa yang dikatakan orang mengenai orang tua atau pun mengenai saya sendiri. Ini sangat melegakan saya dan justru merupakan dukungan tak ternilai bagi saya.
Akademisi
Romo senang mengajar? Nilai mahasiswamu bagus-bagus nggak? Apa yang diharapkan dari mahasiswa ketika di berada dalam kelas ketika kamu mengajar?
Saya senang mengajar meskipun toh hasilnya tidak seideal yang saya bayangkan. Saya hanya dua tahun mengajar, setahun di SMA dan setahun di kampus. Nilai mahasiswa ya hanya beberapa saja yang bagus, sebagian besar cukupan. Pada prinsipnya saya mengajar dengan maksud mengajak mahasiswa untuk berpikir mandiri. Pada awal pertemuan dengan mahasiswa di kelas saya menekankan bahwa mereka boleh minta nilai apapun pada saya dan akan saya beri nilai sesuai dengan yang mereka inginkan. Bisnis saya bukan bisnis nilai A, B, C, D, E. Urusan saya adalah membuat mahasiswa bisa berpikir sendiri. Saya juga katakan bahwa mereka boleh absen semaunya, tetapi saya juga harus fair bahwa presensi perlu saya hargai dan harus masuk dalam penilaian. Maka, yang saya nilai bukan IQ, melainkan seluruh usaha mahasiswa untuk berpikir mandiri dan kritis. Menurut saya, itu adalah salah satu kriteria manusia yang hidup dan dengan demikian menampakkan kemuliaan Allah: Gloria Dei vivens homo.
Lebih senang ditempatkan sebagai akademisi atau senang jadi Romo paroki?
Sebelum saya ditahbiskan, saya sudah mengusulkan supaya saya tidak ditempatkan sebagai pastor paroki; tetapi bahwa sekarang saya bertugas di paroki, saya kira ada unsur formatif bagi saya dan toh saya menerima tugas itu baik-baik. Akademisi? Saya tidak punya gambaran mengenai hal itu (meskipun saya senang mengajar).
Wanita
Have you had steady relationship before? Ada nggak manfaatnya having steady relationship sebelum jadi Romo?
Kalau yang kamu maksud steady relationship itu sebagai persahabatan (yang tidak berorientasi pada perkawinan), saya kira bermanfaat baik sebelum maupun sesudah jadi romo. Tapi toh kalaupun yang kamu maksud itu semacam dating begitu, ya... tetap ada gunanya juga, asal gak diteruskan saja setelah jadi romo (berarti gak steady dong yah?:) Manfaatnya, ya antara lain supaya orang semakin mengenali panggilannya sendiri secara autentik.
Menurut Romo, sekarang ini, kita masih butuh nggak sih ada Menteri Urusan Peranan Wanita?
Wah, yang diurus apa, to? Saya kira, yang pokok ialah kesetaraan gender, bukan soal peranan. Kalau yang disasar peranan wanita mah, akhirnya rebutan peran juga, dan nanti suatu saat bisa saja dituntut menteri urusan peranan cowok.
Buku
Waktu sekolah di Mertoyudan, Romo pernah bilang nggak malu atau malah bangga memilih jurusan A4 yang buat sebagian orang dibilang nggak OK nggak seperti jurusan A1 yang dianggap paling hebat. Kok Romo yakin punya potensi di sini? Apa karena suka Sastra? Di sekolah dulu suka pelajaran Bahasa?
Ya saya memang antusias dengan jurusan bahasa karena melalui bahasa saya belajar macam-macam hal. Sebenarnya bukan karena sastranya, tapi karena peluang untuk belajar bahasa itu besar sekali (Perancis). Tentu saya yakin potensi saya karena ada tes kualifikasi. Memang dari hasil tes saya punya kemampuan baik untuk fak A1 (ilmu alam), A3 (ilmu sosial), maupun A4 (bahasa dan budaya). Tetapi, pemikiran strategis saya waktu itu mendorong minat saya ke jurusan A4.
Saya dulu berpikir, bahkan belajar ilmu alam dengan khasanah bahasa Indonesia belaka pun tidak memadai. Kalau saya menguasai beberapa bahasa asing, saya tentu bisa memahami latar belakang filosofis dari pemikiran tertentu, saya bisa melihat kekuatan dan kelemahan dan seterusnya. Tapi, de facto saya tidak dapat menolak untuk dimasukkan di jurusan A1 dan saya akhirnya hanya mengetahui sedikit saja dari ilmu alam itu, mungkin malah bisa disebut kurang.
Apa yang mendorong dirimu menulis Seks Gadis?
Seks Gadis, mesti saya beri catatan bahwa judul itu tidak berasal dari pikiran saya. Sebenarnya buku itu saya tulis sebagai refleksi saya atas pengalaman saya menjalin persahabatan. Sebagai calon imam, tentu saja saya punya keterbatasan dalam hal relasi, tetapi saya tidak pernah berpikir bahwa sebagai calon imam saya tidak boleh jatuh cinta atau dijatuhi cinta. Sayangnya, saya merasa bahwa umat terlalu keras terhadap para calon imam sehingga proteksinya menjadi luar biasa seolah-olah dalam diri calon imam itu tidak ada unsur-unsur yang dengan sendirinya memproteksi. Memang proteksi umat itu bisa juga saya pahami kalau saya lihat betapa banyak calon imam yang mundur karena tingkat kematangan afeksi yang rendah. Tetapi, saya punya pengalaman bahwa seringkali proteksi itu dilakukan dengan landasan takut ini takut itu... bukan karena perhatian yang tulus; dan itu menurut saya, munculnya karena orang tidak paham apa itu kasih, lalu komunikasi pun tersendat-sendat dan malah bisa menimbulkan problem lain.
Sesuai pengalaman Romo, apa tantangannya dalam mengarahkan remaja-remaja seperti di De Britto atau Sanata Dharma misalnya?
Di de Britto dan Sanata Dharma saya tidak berpretensi untuk mengarahkan mereka. Saya ‘hanya’ ingin menjadi sahabat bagi mereka. Kadang-kadang saya jadi tong sampah, dan itu bisa membuat saya turut prihatin, tapi saya menikmati masa-masa seperti itu.
Apa yang menarik dari pemikiran Anthony de Mello? Sering sependapat dengan dia? Ada yang tidak sepaham dengan dia?
Waduh...apa ya, susah juga, Nge. Tapi gini aja, dari segi metodologis, dia seringkali membuat cerita-cerita pendek yang mendalam dan kena pada pengalaman manusiawi dan rohani kita. Dari segi isi, mungkin bisa saya tunjuk buku dia: Unencumbered by Baggage. Dia mengarahkan pembaca untuk menjadi pribadi yang bebas, merdeka. Bukankah itu suatu kabar gembira, dan itu juga to yang disebut Kerajaan Allah? Sejauh ini saya ndak punya keberatan yang begitu fundamental karena saya bisa pahami dia bekerja di wilayah timur dengan khasanah budhis dan hindu yang kental. Jadi tidak terlalu mengherankan kalau dia juga menggunakan kekayaan budaya lain.
Sasaran pembaca untuk buku yang sudah Romo tulis siapa sih?
Pada umumnya adalah kaum muda yang mau serius dengan hidupnya sendiri. Tidak banyak.
Kalau pernah studi tentang budaya dan filsafat agama lain, apa yang bisa membuat Romo bangga sebagai orang Katolik?
Katolik? Wah...pertama-tama ya karena Katolik itu kristen, pengikut Kristus. Bukan soal bangga atau tidak ya, Nge, tapi saya sungguh bersyukur bahwa saya menghayati Tuhan bukan sebagai gagasan abstrak atau filosofis bahkan teologis belaka... Tuhan menjadi sangat personal, pribadi. Maka, ini soal RELASI, dan itu menjadi dinamis, tidak mati pada hukum ini itu, tapi juga tidak arbitrer karena terlalu mengandalkan dinamika imanen (seolah tidak ada yang transenden mengatasi diri kita).
Teknologi
“There comes a time when people just waste their isolated life by doing the futile, unworthy activities. Technology allows it and if we don't care, we live in vain. We miss the boat. We're defeated by time and we lose everything for good. Many people know this but they are not aware of it and they just waste their time on and on. Why? Because they don't have guts to look inside their heart generously. Heart is not only a part of our body but it symbolizes our whole personality "Where your heart is, there your life is." -dari personal homepagenya.
Saat ini menurut Romo banyak nggak Romo yang gadgeter (techno addicted)? Apakah Romo termasuk di antaranya? Seberapa pengaruh seh teknologi buat pelayanan umat?
Saya kira yang kompeten untuk menjawab itu adalah para Romo dan stafnya di Komsos. Saya sendiri tidak terlalu intensif dengan teknik dan selama ini belum ada banyak pelayanan pastoral lewat internet. Pernah saya ikut milis, tetapi saya menilai bahwa itu tidak terlalu menjanjikan karena dunianya maya; janjinya juga maya.
Romo berapa lama pakai email atau internet dalam sehari?
Tidak tentu, Nge. Mungkin satu jam, bergantung kebutuhan.
Boleh nggak kalau suatu waktu karena males ngantri, (sekarang umat banding Romonya berapa banding berapa, ya?) umat berkonsultasi sama romonya lewat email? Kemajuan teknologi gitu...
Lha ya siapa yang mau larang? Tapi saya kira mah, kalaupun via email juga tetap terbatas (lha kalau seperti saya cuma akses internet satu jam, barangkali untuk membalas emailnya kan bisa tiga empat hari juga:)
Relasi yang bagaimana yang baik menurut Romo antara umat dan Romonya?
Saya kira, hubungan yang baik antara Romo dan umat bisa dipahami dengan model Gereja sebagai paguyuban umat Allah yang berziarah. Romo bukan segala-galanya, tetapi ia tetap punya peran yang penting dalam peziarahan itu. Menurut saya, romo itu sebagai imam memiliki fungsi penghubung antara Allah dan manusia. Karena ia manusia juga, romo mestinya hidup dalam semangat berbagi iman dengan umat dan belajar beriman juga dari pengalaman bersama umat.
Romo senang hidup yang efisien dan efektif nggak? Menurut Romo sendiri, apakah selama ini Romo sudah cukup efisien dan efektif?
Maunya hidup efisien dan efektif ya, Nge.
Bagaimana sih caranya jadi orang yang efisien dan efektif, Romo?
Saya cuma berpikir bahwa sebaiknya saya tidak punya banyak waktu untuk bengong... Terbengong-bengong bolehlah, tapi jangan lama-lama. Mesti ada sesuatu yang bisa kita kerjakan, sekarang ini dan di sini. Lha, saya kira akan banyak gunanya kalau kita punya jadwal dan prioritas ya.
Nostalgia
Romo terpanggil menjadi Romo pada saat mulai aktif jadi Putra Altar, kegiatan PUTAR CARI (Putra Altar Calon Seminaris). Kegiatan PUTAR CARI itu apa saja sih Mo?
Sejauh bisa saya ingat, ya seperti pendalaman kitab suci, pengenalan diri, dinamika kelompok, dan sebagainya, untuk pengembangan dirilah.
Figur Romo yang jadi panutan Romo itu siapa waktu kecil?
Waktu kecil saya tidak merasa memiliki panutan. Saya senang pada pendekatan Romo Wolf dan takut pada Romo Middendorp. Ketika dewasa sedikit, saya pernah mengidolakan Romo Mangun... tapi bukan untuk meniru dia:)
Di paroki Blok Q, semasa Romo masih di sini, apakah panggilan bisa tumbuh dengan suburnya?
Saya tidak bisa menilai, Nge. Saya hanya merasa bahwa banyak orang yang mendukung saya, itu saja.
Kalau misalnya nggak jadi Pastor, profesi apa yang akan Romo tekuni? Kenapa?
Ya paling-paling jadi sopir (pribadi) yang kalau bisa nyambi nulis, ndak tau kenapa. Tapi memang itu gak terbayangkan dalam benak saya, Nge.
Buku
“Without further ado, I have to admit that I'm nothing (it seems that I underestimate myself). I don't have so many experiences that can be shared with you. But I still believe that this universe has a finality so that every movement within has a kind of purpose. Maybe what I share with you now is in vain, in a short time... but in the long term, I'm sure our shared experiences will be a confirmation of how we should live this worldly life. –dari home pagenya.
Menurut Romo sendiri setelah Romo mencapai prestasi tertentu, nulis 3 buku, misalnya, “What is the kind of purpose for your own self?”
Tujuan hidup? Wah... coba buka Latihan Rohani 21, Nge. Dari dulu ya itu tujuan hidup saya: memuji dan memuliakan Allah... Atau, doa Bapa Kami itu juga bisa: memuliakan nama Allah dengan mendatangkan kerajaanNya, yaitu dengan mencari dan menemukan kehendaknya... Amin.
Apa saja yang menurutmu harus jadi suatu prestasi? Terbitan bukumu juga suatu prestasi?
Prestasi? Tak terpikirkan. Menurut saya, ya semua kapasitas manusiawi kita kalau dikembangkan secara maksimal, itulah prestasi.
Besides, objectively we must accept the kindness of others who can give us some feedback. That's it! We need to share with others…-dari home pagenya.
Sering dapat feedback dari pembaca homepagemu atau pembaca bukumu?
Tidak juga. Satu dua pembaca ada yang komentar. Tapi, setahu saya home page saya sudah lama saya hapus je karena saya gak sanggup untuk terus update. Masih ada to?
“To be a fully human, you have to make every attempt to develop, to improve yourself... It may be your capacity of talking, of writing, of advising, of caring, and so on. But all of them will be, once again, in vain unless you hold the truth. At least, you need to criticize yourself to seek the truth…”-dari home pagenya.
“Seeking the truth”, seperti yang ditulis di awal bukumu, jadi harapan buat mereka yg baca bukumu?
Kira-kira begitu, Nge.
Bagaimana pendapatmu tentang pekerjaan seorang jurnalis yang mencari kebenaran juga?
Saya kira, jurnalis yang sejati mestinya begitu, bukan sekadar tuntutan finansial, melainkan juga menguak kebenaran, syukur sampai akar-akarnya. Orang-orang seperti ini (tidak hanya jurnalis) biasanya akan mendapat tentangan terutama dari kelompok status quo, dan persis itu juga yang dialami Yesus dari Nazaret to?
Boleh tahu nggak kira-kira mau nulis tentang apa dalam satu tahun ke depan?
Sebenarnya sudah separuh jalan, teologi seksual. Saya ndak bisa menyelesaikannya karena studi licensiat itu. Sebagai pastor paroki juga saya agak pesimis apakah saya bisa menyelesaikannya dalam waktu dekat, tetapi saya akan usahakan cepat selesai.
Ada rencana mau melanjutkan ke S3? Kalau boleh pilih, di sini atau di luar negeri?
Saya tidak memiliki keinginan untuk mengambil S3 teologi, jadi, gak pilih di sini atau di luar negeri. Pada prinsipnya saya tidak antusias dengan ‘luar negeri’.
Salah satu misteri hidup yang paling atau sedang dihayati saat ini apa?
Yang paling dekat dengan tesis, Nge: bahwa Allah bekerja dalam penderitaan (hal yang pada umumnya diterima sebagai alasan untuk menyangkal kebaikan Allah).
Setelah tahbisan ini apa rencanamu untuk pelatihan diri?
Wah, jadi pastor paroki tu benar-benar menuntut saya untuk melatih diri... Ndak terbayangkan dalam benak saya bahwa saya akan jadi pastor paroki; jadi ya sekaranglah masa untuk latihan:)
Dalam memimpin umatnya gaya kepemimpinan apa yang dipakai? Efektif nggak kepemimpinan partisipatif sampai saat ini dalam kegiatan di paroki?
Sejauh saya tahu, paroki tempat saya bertugas itu luar biasa. Banyak komunitas yang mandiri dan kreatif sehingga pastor tidak lagi menjadi segala-galanya, dan itu menjadi proses belajar yang baik bagi pastor maupun umatnya.
Mungkin ada banyak orang yang tertarik ingin berbincang-bincang dengan Romo, apa yang biasanya membuatmu tertarik untuk menjalin persahabatan?
Saya biasanya mau belajar dari teman-teman yang dengan serius mendalami hidupnya sendiri dan saya dengan senang hati menjadi teman bagi mereka. Tetapi saya sadar, Nge, persahabatan bukan segala-galanya sehingga tidak mungkin saya menjalin persahabatan dengan kualitas yang sama antara satu orang dengan yang lainnya. Sayangnya, tidak semua teman saya memahami hal ini dan seringkali saya tidak dapat berbuat banyak untuk mereka karena mereka sendiri tidak tampak niat membuka diri; sekadar hahahihi... dan untuk yang seperti itu biasanya saya juga fungsional saja (dengan risiko yang saya sadari: mereka akan menilai saya sombong, pilih kasih, dll).
Dari sekian banyak teman yang ada, persahabatan yang bagaimana yang paling unik?
Karena setiap pribadi unik, setiap persahabatan juga unik, Nge. Tidak ada ‘paling unik’ karena unik itu berarti satu. Kecuali kalau yang kamu maksud ‘nyentrik’ atau ‘nyeleneh’... tapi ya sebaiknya jangan disampaikan di sini to ya, jadi malu saya:)
Selain Trinitas, siapa yang paling berpengaruh dalam perkembangan dirimu?
Saya tidak bisa menilainya sendiri.
Apa yang Romo suka dan tidak suka tentang diri Romo sendiri?
Wuaaaa.... jadi kayak rekoleksi aja. Yang pasti, saya menyukai diri saya sendiri apa adanya (gak narsis lah...)
SELAMAT BEBAS SEJATI, Romo...
(IS)
Komentar