"Jadi mo ada gamelan?!" salah satu tutur kata Kanjeng Ratu memecah kesunyian, di sore, TV masih menyala dan Masku sedang asyik memelototinya tak berkedip. Kami (aku dan MAS-ku) berdua berpandangan. Topiknya saat itu: perayaan pernikahan aku dan MASku. Kadang, aku menangkap celetukan Ratu itu terdengar seperti sebuah keputus-asaan. Tapi tepatnya keputus-asaan akan kelegaan bahwa nanti pasti keinginannya terkabul. Untuk menyikapi hal yang sama itu aku nggak menganggapnya penting. Aku sering berkeluh kesah dalam hati mengapa kami bertengkar untuk hal2 yang kecil. Dan aku selalu berkeras bahwa aku tidak mau cuma jadi anak manis, menurut pada apa kata ortu tanpa membantah sedikit pun. Hhhhhhh, aku harus melepaskan hawa sesak yang tiba-tiba menghimpit dada. Mestinya kemarin aku tanya pada Bintang Besar apakah aura Ratu yang menghimpitku sehingga aku sesak begini? (To be continued)....
We are on a journey but sometimes seem to have lost our way and we need a bridge. To have fragile or strong bridge depending on the man effort to maintain it. Not patronizing. Not a personal indulgence. Not disrupt the private and the public. Take the universal values that can be owned.